KESULTANAN DEMAK
Kesultanan Demak atau kerajaan demak adalah kerajaan islam pertama di pulau jawa dan terbesar di pantai utara jawa. Kerajaan demak merupakan pelopor penyebaran agama islam di pulau Jawa pada khususnya dan di Indonesia pada umumnya . Salah satu peninggalan dari kerajaan Demak adalah Masjid Agung Demak yang didirikan oleh Walisongo.
Awal Mula Kerajaan Demak
Menjelang akhir abad ke 15 , kerajaan Majapahit mengalami kemunduran . Secara otomatis daerah daerah kekuasaan dari majapahit mulai melepaskan diri dan menjadi daerah yang mandiri . Bahkan tak jarang pula antar daerah daerah dari majapahit ini saling berperang untuk memperebutkan tahta dari Majapahit.
Sementara Demak yang berada di wilayah utara pantai Jawa muncul sebagai
kawasan yang mandiri. Dalam tradisi Jawa digambarkan bahwa Demak merupakan
penganti langsung dari Majapahit, sementara Raja Demak (Raden Patah) dianggap
sebagai putra Majapahit terakhir.
Para petinggi Kerajaan Demak kemungkinan
berasal dari keluarga seorang Tionghoa Muslim bernama Cek
Ko-po
. Kemungkinan besar Cek Ko-po memiliki putera orang yang disebut oleh Tomé
Pires dalam Suma Oriental-nya dijuluki
"Pate
Rodim", mungkin yang dimaksudkan disini adalah "Badruddin" atau
"Kamaruddin" dan meninggal sekitar tahun 1504.
Putera
atau adik Rodim, yang bernama Trenggana bertahta dari tahun 1505 sampai 1518,
kemudian dari tahun 1521
sampai 1546.
Di antara kedua masa ini yang bertahta adalah iparnya, Raja Yunus (Pati
Unus) dari Jepara. Sementara pada masa Trenggana
sekitar tahun 1527
ekspansi militer Kerajaan Demak berhasil menundukan Majapahit.
Masa Keemasan Kerajaan Demak
Masa keemasan Kerajaan Demak di mulai pada awal abad ke 16 , dimana kerajaan demak menjadi salah saatu kerajaan terkuat yang berada di pulau Jawa. Pada saat itu tidak
ada satu pun kerajaan lain di Jawa yang mampu menandingi usaha kerajaan ini dalam
memperluas kekuasaannya dengan menundukan beberapa kawasan pelabuhan dan
pedalaman di nusantara.
Zaman Keemasan Demak ini di alami pada masa pemerintahan :
1. Pati Unus
2. Sultan Trenggana
Trenggana
berjasa atas penyebaran Islam di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Di bawahnya, Demak
mulai menguasai daerah-daerah Jawa lainnya seperti merebut Sunda
Kelapa dari Pajajaran serta menghalau tentara
Portugis
yang akan mendarat di sana (1527), Tuban (1527), Madiun (1529), Surabaya dan
Pasuruan (1527), Malang (1545), dan Blambangan, kerajaan Hindu
terakhir di ujung timur pulau Jawa (1527, 1546).
Trenggana meninggal pada tahun
1546 dalam
sebuah pertempuran menaklukkan Pasuruan, dan kemudian
digantikan oleh Sunan Prawoto. Salah seorang
panglima perang Demak
waktu itu adalah Fatahillah, pemuda asal Pasai (Sumatera),
yang juga menjadi menantu raja Trenggana. Sementara Maulana Hasanuddin putera Sunan
Gunung Jati
diperintah oleh Trenggana untuk menundukkan Banten Girang. Kemudian hari
keturunan Maulana Hasanudin menjadikan Banten
sebagai kerajaan mandiri. Sedangkan Sunan
Kudus merupakan imam di Masjid Demak juga pemimpin utama dalam
penaklukan Majapahit sebelum pindah ke Kudus.
Kemunduran Kerajaan Demak
Suruhan Arya Penangsang juga membunuh Pangeran Hadiri, adipati Jepara, dan hal ini menyebabkan adipati-adipati di bawah Demak memusuhi Arya Penangsang, salah satunya adalah Adipati Pengging.
Arya Penangsang akhirnya berhasil dibunuh dalam peperangan oleh Sutawijaya, anak angkat Joko Tingkir. Joko Tingkir memindahkan pusat pemerintahan ke Pajang, dan di sana ia mendirikan Kerajaan Pajang.